Potensi Besar, Penyerapan Minim, Kontribusi Sedikit : Reformasi ZIS
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, sudah sewajarnya karunia tersebut dapat dijadikan sebagai sumber kekuatan spesial untuk membangun negeri ini. Kekuatan tersebut bersumber dari potensi-potensi batiniah yang bersifat mengikat dalam bentuk pemenuhan hak, kewajiban, sunah (anjuran), maupun larangan yang dibebankan kepada diri setiap muslim. Salah satu bentuk potensi tersebut hadir dalam wujud penyerapan, penghimpunan, dan pendistribusian Zakat, Infaq, Shadaqoh (ZIS). Sejatinya perputaran kegiatan ZIS di Indonesia memiliki angka yang sangat besar jika melihat jumlah komunitas muslim tersebut, namun nyatanya peyerapan potensi tersebut masih jauh dari kata maksimal. Jika merujuk pada data Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI Pusat, potensi penyerapan dana zakat nasional pada tahun 2020 mencapai Rp 340 Triliun atau setara sepertiga perolehan pajak nasional di tahun yang sama. Namun besarnya potensi penyerapan dana tersebut tidak berbanding lurus dengan realitanya yang masih sangat jauh dari perkiraan awal yakni hanya sebesar Rp 10 Triliun atau sekitar 3% dari potensi zakat secara nasional. Bayangkan saja besarnya potensi tersebut jika berhasil dihimpun secara keseluruhan dan dikelola dengan baik, tentu saja akan sangat berkontribusi pada pembangunan negara.
Minimnya penyerapan dana ZIS di Indonesia ini sudah menjadi problematika yang belum menemui solusi yang pas dan tepat hingga sekarang. Tentu hal ini dikarenakan pengelolaan dana ZIS yang bersifat dinamis atau selalu mengikuti perkembangan zaman. Salah satu yang menjadi penyebab persoalan ini dari sudut pandang penulis adalah paradigma atau pola pikir masyarakat yang masih memegang konsep tradisional dalam kegiatan ZIS. Konsep tradisional yang dimaksud adalah dana ZIS yang disalurkan secara langsung kepada penerima dan sifatnya habis sekali pakai. Model penyaluran seperti ini biasa disebut pola distribusi konsumtif dan masih sering dijumpai serta paling banyak dipraktikkan dikehidupan masyarakat.
Hakikatnya pola model konsumtif tersebut sejatinya juga tidak sepenuhnya disalahkan, namun jika dilihat dari muaranya maka pola konsumtif ini bisa dianggap kurang maksimal. Secara umum model seperti ini bisa dianggap sudah tidak relevan lagi terhadap roda kehidupan yang mengharuskan memiliki visi atau pandangan yang jauh kedepan. Penerapan penyaluran dana ZIS dengan model konsumtif ini sudah dipastikan manfaatnya akan bersifat terbatas dan sementara saja. Dampak kedepannya adalah akan sulit mewujudkan tatanan masyarakat yang memiliki taraf hidup yang lebih baik dari sebelumnya serta mungkin saja akan menumbuhkan sifat ketergantungan pemenuhan hidup pada belas kasih pemberian ZIS dikehidupan masyarakat. Tentu sangat disayangkan jika dana ZIS yang sudah disalurkan untuk pemenuhan kewajiban maupun sunah ini hanya bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan sesaat saja. Secara garis besar model pendistribusian ini dipastikan tidak akan mampu mempengaruhi perekonomian masyarakat jika terus menerus diterapkan.
Saat ini sudah mulai diperkenalkan dan telah diimplementasikan pola pengelolaan dana ZIS yang dianggap lebih mampu menjawab tantangan zaman. Pola tersebut dikenal dengan istilah model produktif. Pada model produktif ini, dana yang sudah disalurkan oleh masyarakat akan dihimpun kemudian dikelola sedemikian rupa dan didistribusikan bukan dalam bentuk langsung melainkan melalui berbagai macam program yang dianggap memiliki manfaat berjangka panjang pada kehidupan masyarakat. Istilah investasi sepertinya lebih cocok Menyalurkan Dipakai Habis disandingkan dengan model tersebut. Model pendistribusian ZIS produktif ini secara sederhana dianalogikan seperti proses menanam sebuah pohon dari biji kecil hingga tumbuh menjadi pohon besar kuat dan berbuah. Artinya model pendistribusian ini tidak mengharap hasil atau manfaat saat itu juga melainkan menanti perubahan yang lebih baik kedepannya.
Praktik model produktif ini diterapkan oleh LAZ Dompet Amanah Umat. Oleh lembaga kami, dana ZIS yang sudah dihimpun dari masyarakat akan disalurkan dalam bentuk berbagai macam program seperti beasiswa pendidikan, pelatihan, pembangunan sarana-prasarana, bantuan permodalan usaha, hingga pemberdayaan masyarakat di suatu daerah. Harapan besar penggunaan model produktif ini adalah dapat merubah status sosial dari penerima bantuan (mustahik) menjadi pemberi bantuan (muzaki).
Secara garis besar manfaat program-program tersebut tidak diperoleh secara langsung dalam bentuk tunai melainkan akan dapat dirasakan manfaatnya dimasa mendatang. Contoh sederhana dalam program beasiswa pendidikan yang diberikan LAZ Dompet Amanah Umat, dana ZIS yang disalurkan ke program tersebut bertujuan agar dapat membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas sehingga dapat berguna bagi bangsa dan agama. Begitupun pada program pemberdayaan masyarakat, harapan pendistribusian dana ZIS pada program pemberdayaan diharapkan dapat menanamkan mindset kepada tiap individu untuk berani berubah menjadi lebih baik dan tidak terpaku pada kondisi kehidupan yang dijalani melalui pelatihanpengembangan secara berkelanjutan sehingga tercipta kelompok masyarakat yang lebih sejahtera dari sebelumnya.
Leave a comment